Minggu, 16 Maret 2008

Perlukah Asosiasi Profesi Grafika (?)

(komentar dalam mempersiapkan Ahli grafika Indonesia dimasa depan)

Sejak berdirinya sekolah grafika di Indonesia, sudah banyak lulusan yang di hasilkan sebagai ahli grafika. Semua lulusan tentu berlomba – lomba untuk dapat memasuki dunia kerja di industri grafika yang sangat beragam dan dinamis. Mulai dari industri percetakan, penerbitan sampai industri kimia grafika termasuk mesin cetaknya.
Semua lulusan berharap bisa mengaplikasikan ilmu yang telah di pelajarinya segera, mulai dari tingkat pemula sampai mahir dalam pekerjaannya. Memasuki industri yang sarat teknologi dan produk yang berhubungan dengan banyak orang, Semua ini tentu diperlukan kualifikasi yang tidak mudah bagi para lulusan yang ada untuk bisa segera eksis dalam pekerjaannya.
Ada hal yang perlu di perhatikan dalam pemahaman Grafika sebagai industri, karena dengan memahami ruanglingkup dan media pendukung grafika tentu akan lebih mudah bagi para lulusan untuk mempersiapkan dirinya saat bekerja nantinya. Demikian pula dengan lembaga pendidikan akan lebih mudah mempersiapkan kurikulum pendidikan tentunya tidak mengabaikan peran praktisi grafika dan Industri yang ada.


Lembaga Pendidikan Profesi Grafika

Banyak hal yang harus disiapkan untuk meluluskan calon pekerja grafika agar mampu memasuki dunia kerja dengan tingkat profesionalitas yang memadai di industri grafika yang memang sangat luas cakupannya. Dari pihak lembaga pendidikannya sendiri yang harus lebih aktif untuk melakukan kerjasama dengan dunia industri sebagai partner dalam memberikan pelatihan langsung di lapangan. Selain melengkapai instrumen praktikum yang lebih up todate bila memungkinkan. Selain itu mebangun kerjasma dengan lembaga sejenis di luar negeri adalah sebagai keharusan untuk menjawab tantangan Global. Sebagai suatu keahlian, Grafika memerlukan lebih banyak praktek baik secara langsung di perusahaan grafika maupun di laboratorium lembaga pendidikan itu sendiri, karena dengan demikian seorang lulusan sekolah grafika akan telah terbiasa dengan menangani kasus grafika semenjak dari bangku sekolah. Hal ini tentu sesuai dengan fungsinya yang akan dilakukan nanti yang pada umumnya lebih sebagai problem analisis yang cermat yang pada akhirnya dapat menjadi Problem solver yang handal seiring jam terbangnya.

Sesuai dengan semangat luhur Hak Asasi manusia “bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya”, maka sudah sewajarnyalah kita memilih lembaga pendidikan yang kreatif dan innovative dalam hal memperiapkan kurikulumnya yang bisa sesuai dengan bidang industri yang diminati . Kemudian yang mampu meluaskan jejaring kerjasamanya dengan tujuan menyediakan sarana yang lebih baik dan tepat guna untuk anak didiknya. Karena dengan sarana yang memadai tentu tingkat kemampuan lulusan akan lebih baik lagi.

Melihat peluang untuk memasuki industri grafika yang semakin hari semakin kompetitif diantara lulusan grafika ditambah persaingan dengan lulusan lain yang berhubungan tentu akan menjadi persolan sendiri dalam menentukan kualifikasi seorang pekerja grafika. Masuknya jurusan lain di industri grafika bukanlah suatu yang dilarang selama memang itu masih berkorelasi dan diperlukan oleh perusahaan grafika. Sejauh ini hubungan yang ada memang masih saling menguntungkan antar sesama pekerja grafika yang berlainan latar pendidikan seperti teknik Kimia, Teknik Industri, teknik mesin, teknik elektro dan Ekonomi. Terutama ditingkat pelaku utama aktivitas di Percetakan dan pabrik Kimia Grafika. Memang merupakan keuntungan tersendiri bagi lulusan sekolah grafika yang bisa memahami dan mengadopsi bidang keteknikan yang ada untuk perkembangan Teknologi Grafika dengan kembali aktif menimba ilmu keteknikan terus menerus.

Memahami link & match dalam dunia pendidikan dan Profesi Grafika akan lebih tepat guna bila lebih ditekankan dalam kedinamisan dan aplikasi teknologi yang harus diadopsi oleh lembaga Grafika selama masa belajar dan pelatihan bagi pekerja grafika. Memang keliatannya porsi lembaga pendidikan menjadi besar dan menentukan, selain itu dikarenakan Teknologi Grafika yang terus berkembang maka sangat sulit bagi lulusan grafika bisa mendapatkan pemahaman selama masa belajar dikelas formal saja. Yang mungkin dilakukan adalah kesinambungan bagi pekerja grafika dalam mempelajari teknologi grafika disetiap kesempatan yang di selenggarakan oleh lembaga Grafika yang ada. Mengharapkan perusahaan cetak saja untuk membantu sepenuhnya pendidikan profesi grafika tentu bukan hal yang gampang bila tidak ada imbal balik yang menguntungkan keduabelah pihak. Gaung kurikulum pendidikan berbasis kompetensi dimana memerlukan keterlibatan Lembaga pendidikan-Industri sepertinya sayup – sayup terdengar.

Penekanan Link & match seharusnya sudah sampai dan segera di wujudkan oleh bagian Industri bukan hanya untuk lembaga pendidikan semata. Dilain pihak Apakah kondisi ini membuat berhenti untuk berinovasi bagi pekerja industri grafika ? sepertinya tidak dengan keterbatasan lulusan SDM Grafika yang ada industri grafika kita masih sanggup eksis, malah semakin kuat dan dinamis sekarang ini. Dengan kondisi ini yang diperlukan adalah payung pelindung, pendukung dan pengikat bagi pekerja grafika yang tentu saja bisa berasal dari berbagai bidang keteknikan seperti disebutkan sebelumnya, sehingga industri grafika menjadi bidang terbuka dan populer namun tetap ilmah dan profesional sehingga akan menambah nilai prestisius diantara bidang yang lain.

Untuk lembaga pendidikan profesi Grafika diperlukan tingkat adopsi yang lebih flexible namun tetap berorientasi keilmuan. Selain itu mampu memahami kebutuhan pasar industri grafika lebih baik lagi bukan berhenti berinovasi dan menyalahkan teknologi yang diaplikasin. Kredibilitas keluar dan pembenahan kedalam seharusnya segera dilakukan sehingga kemampuan kerjasama denga pihak lain menjadi lebih baik lagi sehingga mampu memperbaiki kualitas lulusannya..


Lembaga Profesi Grafika

Mewujudkan pekerja grafika yang bekerja lebih professional dan bertanggung jawab tentu memerlukan sarana sebagai media pengikat. Yang tujuan utamanya adalah menentukan kualifikasi profesi yang lebih relevan bagi industri grafika yang memerlukannya. Selain sebagai sarana pendataan pekerja grafika yang lebih akurat, media ini dibangun sebagai pemersatu (associate) yang bisa menentukan tingkat profesionalitas pekerja grafika yang lebih aktual. Assoasiasi sebagai media pengikat sudah barang tentu memerlukan pemikiran positif bagi praktisi dan pemilik perusahaan grafika sekarang ini, karena selain harus memihak kepada kelompok industri juga mampu megakomodasi kepentingan pekerja grafika sebagai anggotanya. Sehingga terjadi sinergi yang akan mewujudkan keuntungan baik dalam hal kreatifitas produk industri grafika juga mengenai kesiapan SDM yang lebih professional di bidang grafika.
Sebagai lembaga profesi grafika, sudah barang tentu tidak mengambil porsi tanggung jawab dari seorang pekerja professional grafika namum lebih ditekankan sebagai media pendukung dalam aktivitas profesi grafika. Pengertian media pendukung ini lebih di tekankan sebagai fasilitator dengan menyiapkan perangkat aturan keprofesian grafika, mulai dari sertifikasi, alur kerja grafika, hubungan dengan perusahaan grafika dan penentuan sangsi bila terjadi pelanggaran hukum atau kesalahan dalam aktivitas profesi ke-Grafika-an.


Dukungan dari Industri Grafika

Kegiatan industri akan selalu berhubungan dengan pengelolaan bahan mentah menjadi bahan setengah jadi dan akhirnya barang yang siap di jual untuk dipergunakan sesuai fungsi produk akhir. Demikian pula dengan industri grafika yang kita kenal ini. Membicarakan industri grafika sudah tentu tidak hanya berhenti pada perusahaan jasa cetak – mencetak saja baik itu Screen, letterpress, offset, Gravure/Intaglio, flexo dan coating. Berbicara grafika kita tengah menyibak tirai yang di baliknya tersusun dari berbagai banyak jenis perusahaan yang muaranya adalah percetakan sebagai pemakai dari semua produk pendukung percetakan. Mulai dari pabrik tinta cetak, kertas cetak, mesin cetak, bahan kimia cetak pendukung, bahan dan alat cetak pendukung termasuk didalamnya alat ukur hasil cetak dan lainnya, komputer dengan segala program desain yang diperlukan. Membuat aturan keprofesian memang bukan hal yang mudah dalam hal ini, namun berlandaskan keterikatan dan kesamaan kepentingan antar perusahaan pendukung grafika maka bukan suatu kemustahilan untuk membentuk aturan professional di bidang grafika ini bila memang itu sangat membantu dalam memperlancar bisnis indutri grafika.

Asosiasi Grafika yang sudah ada memang sangat membantu dalam mengadopsi kepentingan perusahaan grafika dalam berusaha seperti asosiasi percetakan, penerbitan, kertas, tinta, dan sebagainya. Namun dari kesemua asosiasi mungkin hanya beberapa saja yang mampu mengadopsi kepentingan pekerja grafika atau malah sama sekali tidak ada yang menyentuh kepentingan pekerja grafikanya. Kalau memang ini benar adanya sungguh ironis karena semua aktivitas yang ada keterlibatan pekerja grafika hanya dianggap sebagai bagian yang kurang penting padahal faktor keberhasilan aktivitas dalam industri grafika terletak pada ke profesionalan pekerja grafikanya selain instrument pendukung tentunya.


Industri Grafika di Masa depan

Mewujudkan ide dan informasi yang ada menjadi media tercetak dan mampu menjadi bagian dari Komunikasi massa merupakan salahsatu fungsi yang diusung oleh bidang grafika, marupakan hal yang tidak berlebihan bila industri ini menjadi begitu prestisius dan sarat teknologi dalam aplikasinya. Membayangkan kehidupan tanpa informasi tercetak adalah kemustahilan saat ini, dimana kebutuhan informasi tercetak masih menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat. Menghasilkan informasi tercetak menjadi hal yang menantang karena bukan saja dari segi kecepatan cetak tapi harus pula memenuhi kepuasan tampilan visual. Yang tentu saja keduanya harus saling mendukung dan melengkapi. Desain yang indah akan menjadi lukisan seni karena factor kesulitan untuk dicetak. Mesin cetak yang super canggih akan menjadi cepat usang dan tak banyak berguna manakala memiliki keterbatsan dalam mereproduksi suatu desain.

Publikasi dengan ukuran super di luar ruangan dengan warna yang alami dan tahan lama merupakan salah satu bahan garapan untuk di analisa oleh pekerja grafika di bidang kimia grafika karena jangan sampai masa promosi 2 tahun menjadi tidak bergaung karena belum 1 tahun warna pudar dan tidak tahan karena masalah cuaca.

Produk grafika dengan tingkat keamanan tingkat tinggi, seperti uang dan lembaran sertifikat, ijazah, cek, dan produk security lainnya, tentu memerlukan penanganan yang super ketat. Pengawasan yang dilkaukan oleh lembaga pemerintahan dan keamana saja terhadap percetakan masih belum cukup, apabila faktor SDM yang terlibat didalamnya tidak memiliki tanggung jawab profesional dalam bidang grafika. Kemudahan teknologi, kebutuhan informasi dari tahun ketahun akan semakin berkembang demikian tingkat wawasan tiap orang dengan memberikan pengawasan superketat dan hanya melibatkan assosiasi perusahaan mesin cetak saja saya yakin tingkat keberhasilannya akan diragukan. Karena kesempatan dan tingkat kebutuhan akan mengabaikan sangsi hukuman yang berat sekalipun oleh pelaku grafika. Disinilah sebenarnya tugas pokok asosiasi profesi grafika mengambil peran besar untuk menertibkan pekerja grafika yang memang menjadi anggotanya.


Ikatan Alumni sekolah Grafika dan lembaga Grafika

Dukungan terbesar yang mampu mewujudkan asosiasi profesi grafika terletak pada dukungan ikatan alumni dan lembaga grafika selain memang dukungan dari perusahan industri grafika dan Pemerintah yang diwakili Departemen Perindustrian. Keterlibatan ikatan alumni dan lembaga Grafika seharusnya memainkan peranan penting dan aktif dalam mengakomodasikan kepentingan industri grafika lewat pembentukan asosiasi sebagai media pengarah aturan profesi grafika dan tanggung jawab profesi grafika dalam aktivitas kesehariannya dalam industri grafika.
Dengan lebih melihat kepentingan dan keuntungan untuk industri garfika tanpa melihat asal dan latar belakang, sebaiknya ikatan alumni grafika dengan di dukung oleh lembaga Grafika di indonesia segera menganalisa dan memberikan saran dan aksinya. Apakah asosiasi profesi grafika adalah suatu kebutuhan dan mampu bersinergi dengan asosiasi perusahaan grafika yang ada. Atau memang industri grafika dibiarkan mencair sampai akhirnya pekerja grafika Indonesia hanya menjadi pelaku ditingkat lini depan tanpa tanggungjawab profesi yang signifikan. Dan membiarkan pekerja grafika asing menjadi advisor dan tenaga ahli di negara kita yang tentu saja tidak banyak yang dharapkan selain untuk kepentingannya..

Memang benar dukungan dari pemerintah diperlukan, namun memberikan tanggung jawab pengaturan kepada pemerintah merupakan tindak lanjut setelah pekerja grafika dan Perusahaan di Industri Grafika di indonesia memiliki keseragaman baik dalam masalah pekerja, tanggungjawab profesi, dan tingkat kualifikasi dalam memajukan peranan asosiasi Profesi grafika.

Semoga saja ditahun yang akan datang dengan dukungan Asosiasi Profesi Grafika, Perusahaan Grafika dan lembaga Grafika bisa mewujudkan pekerja grafika indonesia mampu menjadi tuan rumah sekaligus pemeran utama di industri ini, bukan menjadi penonton di negeri sendiri.


Sekian. Merdeka !


[sugeng-endarsiwi] @2007

Tidak ada komentar: